CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Senin, 20 April 2009

SMOKING vs bible ??




Hal merokok masih menjadi perdebatan di antara masyarakat. Pro dan kontra masalah merokok tentu banyak timbul.

Dari segi kesehatan, tentu merokok tidaklah sehat. Karena merokok menjadi faktor resiko timbulnya berbagai penyakit mematikan. Tapi banyak yang berkata : “Tubuh ini kan badanku sendiri, apa urusannya orang lain ikut campur?

Dalam alkitab memang tidak ada tertulis :”Dilarang merokok”, yang pasti ada malah di POM bensin. Firman Tuhan yang menunjukkan bahwa kita anak2 Tuhan dilarang merokok adalah 1 korintus 6 : 19a, yang berkata bahwa tubuh [badan] kita adalah bait [rumah] Roh Kudus. Bila tubuh kita adalah tempat tinggal Roh Tuhan, apakah kira-kira Dia senang dipenuhi asap rokok?

Lebih lanjut di 1 korintus 6 : 19b juga menyatakan bahwa kita bukan milik kita sendiri karena kita sudah dibeli oleh Allah. Ditambah lagi ayat 20 berkata, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Jika kita memahami prinsip ini, kita tidak bisa berkata seperti di atas :”Inikan badanku sendiri ...”

Ada dua ayat lagi dalam firman Tuhan yang juga merujuk pada hal merokok, yaitu:
1 korintus 10:23 = “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Apakah rokok membangun? Jawabnya : tidak, justru merontokkan
1 korintus 6:12 = “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.” Apakah rokok memperhamba? Jawabnya: ya, karena membuat perokok tidak bisa lepas dari rokoknya.

Dengan fakta dan firman Tuhan di atas, kita jadi memiliki alasan yang lebih jelas untuk melepaskan rokok dari kehidupan kita. Dan ingatlah, saat kita tidak mampu, ada Roh Kudus yaitu Roh Allah sendiri yang akan membuat kita mampu, asal kita mau. Amin.

Senin, 13 April 2009

continue baGaimana menambaH ............................

6. Tidak mempunyai prasangka dan berhati lurus

Dalam hidup ini, bahagia tidaknya kita, kita sendiri lah yang menentukannya. Hanya karena kebodohan, kita dibayangi oleh kekhawatiran dan rasa takut yang sebenarnya tidak perlu ada. Kita adalah nahkoda dari hidup kita. Karena itu, jangan serahkan nasib pada dewa, atau pada setan dan dukun. Sebagai orang yang beragama, kita harus menegakkan keyakinan beragama secara benar. Lepas dari pengaruh ajaran yang menyesatkan. Kita harus belajar menumbuhkan pandangan yang benar dan pemikiran yang “tinggi”. Jangan terikat pada hari dan waktu, semua hari merupakan hari yang baik. Setiap saat merupakan kesempatan yang baik pula.

Hanya dengan melepaskan diri dari ajaran sesat, untuk kemudian mulai memupuk pandangan dan keyakinan benar, kerisauan dan rasa takut yang tidak pada tempatnya akan lenyap. Kita pun dapat menjalani hidup dengan rasa nyaman dan bahagia.
Yang dimaksud dengan berhati lurus adalah menjaga hati dan pikiran agar tidak mudah goyah oleh godaan. Bagi yang berkepribadian lemah dan berjiwa rapuh, akan mudah disusupi godaan-godaan pada kesenangan duniawi. Orang-orang tua dulu mengatakan bahwa perang yang tidak ada habisnya adalah perang melawan diri sendiri. Musuh yang paling sulit ditaklukkan adalah keinginan diri sendiri. Jika kita mampu menundukkan berbagai keinginan dan tuntutan yang datang dalam diri kita, maka kitalah pemenang dalam peperangan itu.
Kita harus menjaga keseimbangan hati dan pikiran kita. Hindari pikiran yang menyesatkan,yang nantinya menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri.

Bila kita ingin menuai benih kebahagiaan, taburlah benih kebaikan. Kita mulai dengan menanam bibit-bibit kebaikan, menyiangi rumput-rumput ketamakan dan kedengkian, mangairinya dengan ketabahan dan kemurahan hati, serta menyuburkannya dengan memberi pupuk perilaku yang berbudi. Dengan begitu, sudah sepantasnyalah kita menikmati hasil panen yang memuaskan.

That’s all. Enam point untuk menambah kebahagiaan sudah kuringkas. Dan itulah point terakhirnya. Semoga semua bisa berbahagia dalam menjalani hidup ini.
Tapi, jangan lupa tujuan kita di bumi ini. Tujuan kita di bumi bukan untuk mendapatkan kebahagiaan bagi diri maupun keluarga, tapi untuk memuliakan Tuhan melalui perbuatan-perbuatan kita di bumi. Juga melatih diri kita supaya karakter kita serupa gambaran Kristus, untuk kehidupan kekal di surga bersama Bapa nanti.

..God blezZ oLweyz..

Selasa, 07 April 2009

Bagaimana menambah kebahagiaan Hidup??

kemaren maret kira2, aku dapet tugas BI gt. Buat penelitian kecil berdasarkan angket. Dan penelitian itu didasarkan atas topik buku yang aku pinjam di perpus skul. judul buku itu BAGAIMANA MENAMBAH KEBAHAGIAAN HIDUP. Karna aku pikir buku yang aku pinjam itu menarik dan sepertinya berguna, aku buat cuplikannya dan aku posting di sini. semoga berguna.. whehe.. here is it :

Ada yang beranggapan, dengan memiliki kekayaan berlimpah, kebahagiaan hidup dapat ditemukan. Padahal, harta kekayaan yang tidak digunakan secara baik hanya akan menjadi sumber dosa. Ada yang beranggapan, dengan cinta dan sahabat, tidak ada yang perlu disesali. Memang, cinta dapat membuat membuat orang “terpesona”, namun tidak bisa dipungkiri bahwa cinta dapat pula membuat orang menderita. Begitu halnya dengan sahabat, persahabatan memang indah, namun kenyataannya banyak pengkhianatan dalam persahabatan, yang akhirnya menjadi perselisihan. Ada pula yang beranggapan, dengan kekuasaan, orang bisa berbuat apa saja yang diinginkannya. Padahal, kekuasaan paling mudah merusak akal budi dan menjerumuskan manusia. Anggapan lainnya, kebahagiaan itu identik dengan umur panjang. Sebenarnya, berumur panjang pun ada dukanya. Pernahkah Anda membayangkan keadaan kita saat tua nanti, saat pandangan, pendengaran, penciuman, dan lain sebagainya tak lagi tajam dan berfungsi penuh seperti sedia kala? Apakah kehidupan ini masih indah dan cukup berarti saat itu?

Jadi, kekayaan, cinta dan sahabat, kekuasaan, dan umur panjang bukanlah kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Lalu, apakah hakikat kebahagiaan hidup itu? Bagaimana pula mendapatkannya?

Menjalani hidup dengan apa adanya dan puas dengan apa yang ada bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif jawaban, di samping :

1.Tidak membuat perbandingan dan perhitungan dengan orang lain.

2.Tidak menyesali diri dan menyalahkan orang lain.

3.Tidak mencelakai orang lain dan mencari-cari alasan demi pembenaran diri sendiri.

4.Tidak tamak, tidak dengki, dan tidak iri.

5.Tidak rendah diri dan tidak mudah berputus asa, dengan cara berpikir positif dan mengambil langkah-langkah seperti :
-Tanamkan pada diri sendiri bahwa kita orang yang paling bahagia di dunia ini.
-Tanamkan pada diri bahwa kita orang yang sempurna.
-Tanamkan pada diri bahwa kita orang yang berkecukupan.
-Tanamkan juga bahwa kita “the best person in this world”.

6.Tidak mempunyai prasangka dan berhati lurus.


sedikit penjelasan dari enam point di atas..

1. Tidak membuat perbandingan dan perhitungan dengan orang lain.

Melihat orang lain sukses dan berhasil dalam berbagai segi kehidupan, timbul tanya dan rasa tidak puas pada diri sendiri. Mengapa kita tidak seperti orang itu? Karena membiarkan diri dibayangi oleh hal-hal semacam itu, akhirnya kesedihan dan kegelisahan menyelimuti.setiap gerak dan langkah kita.

Ada pepatah mengatakan : Di atas langit masih ada langit. Sehubungan dengan hal ini, ada pepatah kuno berkata : Engkau menunggang kuda, aku menunggang keledai. Keadaanku memang tidak sebaik keadaanmu. Namun, saat aku menoleh ke belakang dan melihat pendorong kereta, aku merasa keadaanku jauh lebih baik dibanding pendorong kereta itu.

Bila kita merasa cukup dan puas dengan apa yang kita punyai, tidak iri dan tidak membandingkan diri, maka kita akan hidup dalam kebahagiaan. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan, maka sudah seyogianya bila kita belajar mengalah dan memupuk semangat kesabaran. Sebenarnya, mengalah itu mudah. Dengan mengalah, kita akan mudah melangkah. Perselisihan yang tidak perlu pun dapat dihindarkan. Misalnya, dalam suatu perselisihan kita berkata, “Kau benar. Aku memang salah. Aku minta maaf.” Dengan berkata demikian, ledakan emosi dan bentrokan fisik dapat dihindarkan. Perselisihan dapat berakhir dengan nuansa yang lebih bersahabat. Mau minta maaf dan mau mengakui kesalahan secara tulus merupakan cermin kebesaran dan kerendahan hati seseorang. Sikap semacam ini akan mengundang rasa hormat dan rasa sayang orang terhadap diri kita. Menghormati dan menyayangi orang lain berarti menghormati dan menyayangi diri sendiri.

Bagaimana meningkatkan kebahagiaan hidup? Pertama bersikap tidak membanding-bandingkan kemampuan diri sendiri dengan orang lain, dan tidak terlalu “berhitung”. Tidak mengeluh sekalipun tidak memiliki banyak uang. Memiliki moral yang baik sudah cukup membanggakan. Tidak perlu membuat perbandingan dengan orang lain. Seperti kata pepatah: Orang boleh miskin harta asal tidak miskin pendirian.
Orang yang mempunyai kemampuan itu dinilai dari keteguhan hati dan keyakinan pada diri sendiri. Orang yang tidak punya percaya diri akan mencari dan menciptakan “harga diri bayangan” dari unsur luar. Orang yang bahagia adalah mereka yang tidak suka membuat perbandingan, tidak suka membuat perhitungan, dan puas serta yakin akan pengabdiannya pada semua makhluk hidup.

2. Tidak menyesali diri dan menyalahkan orang lain

Bagi sebagian orang, menghadapi kesulitan yang tak diharapkan/merugikan, cenderung menggiringnya untuk bersikap menyesali nasib dan menyalahkan orang lain. Misalnya saat seseorang sedang sakit. Dalam keadaan sakit itu, ia tak putus berdoa, memohon pada Tuhan agar ia disembuhkan dari sakitnya. Namun, karena ia tak kunjung sembuh juga, akhirnya ia berkata sembari menyesali diri, “Selama ini saya banyak berbuat baik. Tapi, mengapa Tuhan membiarkan saya menderita sakit seperti ini?”
Sikap menyesali Tuhan dan menyalahkan orang lain mencerminkan kepicikan dan ketamakan jiwa seseorang.

Ada beberapa orang yang tidak bisa menerima keadaan. Mereka menyesali keluarga dan nenek moyangnya yang tidak mewariskan kedudukan dan kekayaan yang banyak, sehingga dapat digunakan untuk menjalankan usaha atau meraih cita-citanya. Ia juga menyesali negara yang mengesampingkannya. Ia merasa, sekalipun ia cerdas, ia tetap terlantar dan hidup biasa-biasa saja. Sayangnya, orang-orang seperti ini lupa bertanya pada diri sendiri: Dengan susah payah orang tua telah membesarkan dan mendidik. Tapi baru berapa banyak yang dapat saya balas? Masyarakat menyediakan kebutuhan sehari-hari saya. Apa yang telah saya sumbangkan pada masyarakat? Negara mendidik, memberi kemerdekaan, namun baru seperberapanya yang saya sumbangkan bagi bangsa dan negara?
Orang semacam ini seperti ulat sutera yang hanya tahu membalut diri sendiri. Ia bisa dikucilkan karena sikapnya itu. Otomatis, ia pun tidak akan merasa bahagia. Lalu bagaimana caranya agar orang bisa memperoleh kebahagiaan? Pertama, jangan menyalahkan orang lain, introspeksi diri sendiri, mengasihi orang lain seperti mengasihi diri dan tidak menyalahkan “Tuhan”. Bagi yang bisa menjalankannya, pasti akan dihormati dan diterima secara baik oleh semua orang.

Pribadi atau jiwa seseorang itu ibarat pabrik yang dapat menghasilkan produk berkualitas dan tidak berkualitas. Jika kita mengharapkan produk yang baik, maka teknologi, mutu barang dan efisiensi kerja harus ditingkatkan. Sama halnya jika kita ingin memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan.

3. Tidak mencelakai orang lain dan mencari-cari alasan demi pembenaran diri sendiri

Tidak mencelakai di sini berarti tidak membunuh, tidak merampas kekayaan, dan tidak merusak nama baik orang lain. Tidak mencari-cari alasan berarti tidak melepaskan tanggung jawab dan menutup-nutupi kesalahan sendiri.

Jika kita selalu berniat mencelakai orang, tentu kita akan dibenci orang dan tidak akan pernah merasa bahagia. Apabila menemui masalah lalu kita bersikap melepas tanggung jawab untuk mencari “selamat”, tentu kita sulit mendapat kepercayaan.
Dalam ,asyarakat, ada semacam kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging, yakni keengganan memberi bantuan pada orang yang membutuhkan. Sebenarnya, “dibutuhkan oleh orang banyak tidak merugikan, justru menunjukan bahwa kita mempunyai kemampuan dan keahlian yang cukup berarti untuk disumbangkan bagi kepentingan orang banyak. Hidup tentu tidak mempunyai arti apa-apa bila kita tidak dibutuhkan orang lain.

4. Tidak tamak, tidak dengki, dan iri

Setiap orang, pada dasarnya memiliki sikap egois. Sehingga harta, kedudukan, membuat kita merasa senang dan bangga.

Tamak dan meminta hal-hal yang tidak wajar akan mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri. Sebelum kegemburaan yang kita harapkan dating, penderitaan sudah kita alami. Seperti saran orang-orang tua dulu : “jika kita dapat mengendalikan nafsu, tidak tamak dan tidak diperbudak oleh kelimpahan materi, maka kita akan selalu puas dengan apa yang ada dan akan merasa aman, tenteram dalam menjalani hidup ini.
Selain tamak, dengki pun menghambat terciptanya kebahagiaan hidup. Yang disayangkan dari masyarakat kita dewasa ini adalah adanya kecenderungan sikap menyalahkan orang lain dan memaafkan kesalahan diri sendiri. Orang yang dengki akan selalu menyalahkan orang lain. Hal ini bisa memancing timbulnya pertengkaran. Bahkan bisa berlanjut pada dendam dan pemutusan hubungan.

Ada kalanya orang menganggap dengan bersuara lantang dan bersikap bengis saat bertengkar akan tampil sebagai pemenang. Tapi sebenarnya tidak demikian. Orang yang sedang diliputi kemarahan (sebelum kemarahan membakar pihak lawannya) maka kemarahan itu sudah membakar dirinya sendiri. Seperti orang yang meludah sambil menghadap ke angkasa. Sebelum ludah tiba di angkasa, ludah sudah jatuh dan mengenai dirinya sendiri. Sama halnya seperti menabur debu dengan melawan arah angin. Sasaran tidak akan kena, malah debu berbalik mengotori diri sendiri. Artinya, sebelum niat mencelakai orang lain kesampaian, kita sendiri sudah celaka.

Kita harus mengambil langkah untuk menjaga kedamaian hati kita. Tidak dengki, tidak membiarkan diri dikuasai api kemarahan, dan berusaha mengajak orang menciptakan suasana hangat dan ceria. Wajah yang teduh cermin kejernihan dan kebesaran hati seseorang. Kata-kata yang keluar dari bibir orang yang baik dan ramah, tentunya akan enak didengar. Berhati baik merupakan kekayaan yang tak ternilai.
Bagaimana agar hidup kita selalu gembira? Jawabnya, tidak sembarangan mengumbar kemarahan, tidak dengki. Mengembangkan kemurahan hati dan turut menciptakan kedamaian di alam semesta ini. Dengan demikian, masyarakat akan maju, hidup gembira dan bahagia.

5.Tidak rendah diri dan tidak mudah berputus asa

Sebenarnya harga diri seseorang tidak terletak pada tinggi rendahnya pangkat. Tidak pula pada kesempurnaan wajah. Nilai seseorang terletak pada budinya, perilakunya.
Persahabatan yang dibina berdasarkan kesempurnaan fisik semata tidak akan bertahan lama. Persahabatan yang sesungguhnya mengandung nilai-nilai luhur. Ia tidak dibatasi oleh hal-hal yang kasat mata saja.

Bagaimana cara mengatasi rasa rendah diri dan putus asa yang melekat pada diri kita? Pertama-tama tanamkan pada diri sendiri bahwa :

a.kita orang yang paling bahagia di dunia ini
yang menyebabkan kita menderita sebenarnya adalah kenaifan kita sendiri dalam memandang suatu masalah. Kalo masalahnya dapat kita atasi, ya angkatlah ke permukaan. Tuntaskan. Tapi bila menemui jalan buntu, jangan ngotot. Dengan bersikap demikian, hati dan pikiran kita tidak dibebani keruwetan. Langkah menjadi ringan dan kegembiraan pun akan selalu menyertai kita.

b. kita orang yang sempurna
c. kita orang yang berkecukupan
d. kita “the best person in the world

the last point tunggu di next point yah..
smoga berguna